SENYUM
semingrah tak pernah absen dari raut muka I Kadek Sudiarsana di Aula
Graha I, Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),
Jakarta, siang itu.
Senin (18/5) kemarin, bisa jadi
merupakan hari bersejarah baginya lantaran bisa bertemu dengan Menteri
Anies Baswedan. I Kadek merupakan, salah satu putra terbaik bangsa yang
berhasil membawa harum nama Indonesia di ajang Intel International
Science and Engineering Fair (Intel ISEF) 2015, yang digelar di
Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat (AS) beberapa hari lalu.
Remaja yang baru selesai menamatkan
sekolahnya di SMA Negeri Bali Mandara Singaraja ini berhasil menyabet
grand award di kategori matematika bersama rekannya bernama, I Dewa Ary
Palguna.
Tapi siapa sangka, di balik senyumnya
yang selalu diumbar, ternyata kehidupan Kadek kecil tak semanis
perjalanannya mendapat penghargaan dari Intel ISEF 2015.
Yessy Artada, Jakarta
Kehidupan Kadek bisa dibilang tidak
seberuntung teman-teman seusianya. Ketika teman sebayanya menghabiskan
waku untuk bermain, Kadek kecil justru harus membanting tulang untuk
bekerja. Terlahir dengan kondisi sangat miskin, membuat sosok berumur 18
tahun ini harus kerja ekstra keras.
Terlebih, ayahnya sudah tiada sejak dia
berumur 3 bulan. Sementara sang ibu justru memilih menikah lagi dengan
seorang pria di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan hampir tidak pernah
mengirim uang. Hebatnya, meski perjalanan hidupnya sangat miris, tak
sedikit pun kesedihan ia perlihatkan di raut wajahnya.
"Saya tinggal sama kakek nenek dan paman
saja, tapi mereka juga orang tidak punya. Kami sangat miskin," ungkap
Kadek dengan logat Bali.
Alhasil, sejak kelas 1 SD sampai duduk
di bangku SMP, Kadek sudah bersahabat baik dengan jenis pekerjaan orang
dewasa. Dari mulai beternak, jadi kuli bangunan sampai pemanjat pohon
kelapa dia lakukan sejak masih berumur enam tahun.
"Saya sejak SD sudah bekerja. SD ternak
babi dan sapi itu kelas 1-6. SMP ikut pemanjat kelapa, dada saya sampai
lecet-lecet karena manjat pohon kelapa," kisah Kadek sembari mengelus
dadanya.
Tak sampai di situ, berbagai cemooh dan ledekan karena terlahir sangat miskin sudah saban hari terdengar di kuping Kadek. Namun, hal itu semua tak digubrisnya. Walaupun merasa sakit diledek oleh teman-temanya, Kadek justru menjadikannya sebagai motivasi hidup.
Tak sampai di situ, berbagai cemooh dan ledekan karena terlahir sangat miskin sudah saban hari terdengar di kuping Kadek. Namun, hal itu semua tak digubrisnya. Walaupun merasa sakit diledek oleh teman-temanya, Kadek justru menjadikannya sebagai motivasi hidup.
"Banyak, nggak tua nggak muda. Ya saya
diledek dan dilecehkan karena kondisi saya yang sangat miskin, tapi itu
yang saya jadikan motivasi. Saya mau nunjukin ke mereka semua bahwa saya
bisa lebih baik," tutur pria penyuka daging babi ini.
Beruntung, pria cerdas yang sejak SD
mendapatkan beasiswa ini bisa menamatkan SMA hingga tuntas. Baru setelah
masuk SMA, ia berani tinggalkan semua pekerjaan itu karena mendapat
beasiswa secara penuh dari Pemkot Bali dan difasilitasi tinggal di
sebuah asrama.
Keinginannya sejak dulu sangat
sederhana, dia ingin mengangkat derajat keluarganya agar lebih layak
lagi. Dengan begitu tidak ada lagi yang meremehkan kondisi keluarganya.
"Moto hidup, saya dari keluarga nggak
mampu dan tidak berpendidikan semua. Saya pengin tunjukkan ke
mereka-mereka itu dengan mengangkat derajat keluarga saya dengan
prestasi," ujar pria yang bercita-cita pengin jadi Gubernur Bali ini
dengan semangat mengebu. (chi/jpnn)
0 komentar:
Posting Komentar
Silakan berkomentar yang sopan dan tidak SARA.
Terimakasih.