Kisah SMK 1 Juarai Lomba Pidato dan Poster Design di Thailand dan Hongkong
SEMPAT mendapat nilai nol pelajaran Bahasa Inggris saat masih sekolah dasar tidak membuat Tania siswa SMK 1 Batam patah semangat. Yahya yang awalnya tidak suka dengan Bahasa Inggris dan pernah mendapat nilai tidak bagus malah membuat terpacu untuk belajar lebih giat.
Hasilnya mereka bisa berkiprah di tingkat internasional. Mereka memenangkan kejuaraan Lomba Pidato Bahasa Inggris dan Lomba Poster Internasional di Thailand dan Hongkong April lalu.
Alfian Lumban Gaol, Batam
Seorang pelajar berpakaian putih dengan rok berukuran panjang berwarna abu-abu sedang membaca buku di lantai dua gedung SMK 1 Batam. Tepatnya di depan ruang humas. Seorang guru menghampirinya.
"Lagi baca-baca bu!" katanya.
Ia pun menunjukkan buku mata pelajaran bahasa Inggris yang ia pegang di tangan kanannya. Tania, namanya. Saat ini, ia duduk dikelas X elektronika 2.
Setelah itu, Tania dan Hanifah, guru yang menghampirinya masuk ke ruang humas. Hanya berselang dua menit, seorang siswa laki-laki ikut masuk ke dalam ruang humas. Yahya namanya, kelas X jurusan tehnik komputer jaringan 2.
Tania langsung mengambil sebuah trophy yang dipajang di atas lemari di ruang humas dekat pintu masuk. "Ini trophy saya waktu dari Hongkong kemarin. Juara II lomba pidato bahasa Inggris," katanya sambil menunjukkan trophy tersebut.
Hasilnya mereka bisa berkiprah di tingkat internasional. Mereka memenangkan kejuaraan Lomba Pidato Bahasa Inggris dan Lomba Poster Internasional di Thailand dan Hongkong April lalu.
Alfian Lumban Gaol, Batam
Seorang pelajar berpakaian putih dengan rok berukuran panjang berwarna abu-abu sedang membaca buku di lantai dua gedung SMK 1 Batam. Tepatnya di depan ruang humas. Seorang guru menghampirinya.
"Lagi baca-baca bu!" katanya.
Ia pun menunjukkan buku mata pelajaran bahasa Inggris yang ia pegang di tangan kanannya. Tania, namanya. Saat ini, ia duduk dikelas X elektronika 2.
Setelah itu, Tania dan Hanifah, guru yang menghampirinya masuk ke ruang humas. Hanya berselang dua menit, seorang siswa laki-laki ikut masuk ke dalam ruang humas. Yahya namanya, kelas X jurusan tehnik komputer jaringan 2.
Tania langsung mengambil sebuah trophy yang dipajang di atas lemari di ruang humas dekat pintu masuk. "Ini trophy saya waktu dari Hongkong kemarin. Juara II lomba pidato bahasa Inggris," katanya sambil menunjukkan trophy tersebut.
Anak bungsu dari dua bersaudara ini mengatakan selain mendapat juara II di Hongkong April lalu, Ia juga meraih juara I lomba pidato Bahasa Inggris di Thailand. Topiknya berbeda-beda. Jika di Hongkong topiknya adalah 'Challenges and Opportunity to live as a Moslem in Minority Area' maka di Thailand topiknya 'The Important of Friends in our life'.
Di Thailand, selain sekolah dari Indonesia, Ia bersaing dengan puluhan siswa dari Thailand dan Malaysia. Tidak sedikit pun gerogi saat berpidato di depan ratusan akademisi dan peserta. Mudah bergaul di sekolah, dan banyak teman membuatnya gampang untuk bercerita mengenai pentingnya persahabatan atau pertemanan di dalam hidup.
"Kalau kita punya banyak teman, gampang saja bercerita. Intinya kita makhluk sosial yang memang harus hidup berdampingan." katanya.
Sementara di Hongkong, dirinya tidak bisa meraih juara I karena ia kesulitan menjelaskan mengenai tantangan dan kesempatan hidup muslim di sebuah daerah yang minoritas. Di sana hampir semua sekolah unggulan di Hongkong yang ikut sebagai peserta lomba.
"Sebagai warga Indonesia, Mayoritas Muslim. Jadi agak kesulitan kita menjelaskan. Tapi alhamdulillah, dapat juara II," katanya.
Kemampuan Bahasa Inggris Tania ini, tidak didapat begitu saja tetapi dengan kerja keras. Unik memang, di mana ia terdorong dan giat belajar bahasa Inggris setelah pernah mendapat nilai nol waktu Sekolah Dasar. Setelah itu, ia terus giat belajar siang malam.
"Waktu saya kelas IV SD, saya penah dapat nilai nol untuk pelajaran Bahasa Inggris. Saya malu waktu itu. Tapi sejak itu saya malah terdorong dan suka belajar bahasa Inggris. SMP kecintaan saya semakin menjadi. Sampai sekarang saya tetap suka," katanya.
Untuk berpidato, Tania mengaku sudah tidak canggung. Di mana sebelum ke luar negeri, ia sudah beberapa kali menjuarai lomba pidato bahasa Inggris di tingkat kota dan Propinsi. Dorongan dari keluarga dan pihak sekolah membuatnya semakin kuat.
Di Thailand, selain sekolah dari Indonesia, Ia bersaing dengan puluhan siswa dari Thailand dan Malaysia. Tidak sedikit pun gerogi saat berpidato di depan ratusan akademisi dan peserta. Mudah bergaul di sekolah, dan banyak teman membuatnya gampang untuk bercerita mengenai pentingnya persahabatan atau pertemanan di dalam hidup.
"Kalau kita punya banyak teman, gampang saja bercerita. Intinya kita makhluk sosial yang memang harus hidup berdampingan." katanya.
Sementara di Hongkong, dirinya tidak bisa meraih juara I karena ia kesulitan menjelaskan mengenai tantangan dan kesempatan hidup muslim di sebuah daerah yang minoritas. Di sana hampir semua sekolah unggulan di Hongkong yang ikut sebagai peserta lomba.
"Sebagai warga Indonesia, Mayoritas Muslim. Jadi agak kesulitan kita menjelaskan. Tapi alhamdulillah, dapat juara II," katanya.
Kemampuan Bahasa Inggris Tania ini, tidak didapat begitu saja tetapi dengan kerja keras. Unik memang, di mana ia terdorong dan giat belajar bahasa Inggris setelah pernah mendapat nilai nol waktu Sekolah Dasar. Setelah itu, ia terus giat belajar siang malam.
"Waktu saya kelas IV SD, saya penah dapat nilai nol untuk pelajaran Bahasa Inggris. Saya malu waktu itu. Tapi sejak itu saya malah terdorong dan suka belajar bahasa Inggris. SMP kecintaan saya semakin menjadi. Sampai sekarang saya tetap suka," katanya.
Untuk berpidato, Tania mengaku sudah tidak canggung. Di mana sebelum ke luar negeri, ia sudah beberapa kali menjuarai lomba pidato bahasa Inggris di tingkat kota dan Propinsi. Dorongan dari keluarga dan pihak sekolah membuatnya semakin kuat.
Dalam ajang yang bersamaan di Hongkong, Tania datang bersama Yahya, juga siswa SMK 1. Yahya melalui kontes lomba poster juga berhasil meraih juara I. Anak pertama dari kedua bersaudara ini, menyingkirkan sainggannya dari beberapa negara. Tema yang diambil saat itu adalah kerukunan bertetangga antar negara.
"Temannya yang saya angkat keharmonisan negara, termasuk Indonesia dengan negara-negara di sekitarnya," katanya.
Pecinta film animasi ini mengatakan bahwa sebelumnya, ia juga tidak pernah suka dengan namanya bahasa Inggris. Bahkan waktu kecil tidak tertarik sama sekali. Tetapi seiring waktu berjalan, pelan-pelan ia makin suka dengan bahasa asing tersebut.
"Kalau animasi sejak SMP saya sudah suka. Tetapi tanpa bahasa Inggris, kita akan kesulitan. Dan bahasa Inggris itu, dulu waktu SD kurang saya minati," katanya.
Sementara itu, Hanifah, humas SMK 1 Batam mengatakan bahwa prestasi yang ditorehkan SMK1 Batam sudah banyak. Terkait kontes yang di Hongkong tersebut, ia mengakui bahwa Tania dan Yahya memangs sudah menyiapkan persiapan yang matang.
"Mereka memang pintar berbahasa Inggris. Sekarang, mereka berdua hampir tiap hari baca dan belajar bahasa Inggris," katanya. ***
"Temannya yang saya angkat keharmonisan negara, termasuk Indonesia dengan negara-negara di sekitarnya," katanya.
Pecinta film animasi ini mengatakan bahwa sebelumnya, ia juga tidak pernah suka dengan namanya bahasa Inggris. Bahkan waktu kecil tidak tertarik sama sekali. Tetapi seiring waktu berjalan, pelan-pelan ia makin suka dengan bahasa asing tersebut.
"Kalau animasi sejak SMP saya sudah suka. Tetapi tanpa bahasa Inggris, kita akan kesulitan. Dan bahasa Inggris itu, dulu waktu SD kurang saya minati," katanya.
Sementara itu, Hanifah, humas SMK 1 Batam mengatakan bahwa prestasi yang ditorehkan SMK1 Batam sudah banyak. Terkait kontes yang di Hongkong tersebut, ia mengakui bahwa Tania dan Yahya memangs sudah menyiapkan persiapan yang matang.
"Mereka memang pintar berbahasa Inggris. Sekarang, mereka berdua hampir tiap hari baca dan belajar bahasa Inggris," katanya. ***
Terlahir Miskin dan Dilecehkan, Angkat Derajat Keluarga dengan Prestasi
SENYUM
semingrah tak pernah absen dari raut muka I Kadek Sudiarsana di Aula
Graha I, Gedung Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud),
Jakarta, siang itu.
Senin (18/5) kemarin, bisa jadi
merupakan hari bersejarah baginya lantaran bisa bertemu dengan Menteri
Anies Baswedan. I Kadek merupakan, salah satu putra terbaik bangsa yang
berhasil membawa harum nama Indonesia di ajang Intel International
Science and Engineering Fair (Intel ISEF) 2015, yang digelar di
Pittsburgh, Pennsylvania, Amerika Serikat (AS) beberapa hari lalu.
Remaja yang baru selesai menamatkan
sekolahnya di SMA Negeri Bali Mandara Singaraja ini berhasil menyabet
grand award di kategori matematika bersama rekannya bernama, I Dewa Ary
Palguna.
Tapi siapa sangka, di balik senyumnya
yang selalu diumbar, ternyata kehidupan Kadek kecil tak semanis
perjalanannya mendapat penghargaan dari Intel ISEF 2015.
Yessy Artada, Jakarta
Kehidupan Kadek bisa dibilang tidak
seberuntung teman-teman seusianya. Ketika teman sebayanya menghabiskan
waku untuk bermain, Kadek kecil justru harus membanting tulang untuk
bekerja. Terlahir dengan kondisi sangat miskin, membuat sosok berumur 18
tahun ini harus kerja ekstra keras.
Terlebih, ayahnya sudah tiada sejak dia
berumur 3 bulan. Sementara sang ibu justru memilih menikah lagi dengan
seorang pria di Nusa Tenggara Barat (NTB) dan hampir tidak pernah
mengirim uang. Hebatnya, meski perjalanan hidupnya sangat miris, tak
sedikit pun kesedihan ia perlihatkan di raut wajahnya.
"Saya tinggal sama kakek nenek dan paman
saja, tapi mereka juga orang tidak punya. Kami sangat miskin," ungkap
Kadek dengan logat Bali.
Alhasil, sejak kelas 1 SD sampai duduk
di bangku SMP, Kadek sudah bersahabat baik dengan jenis pekerjaan orang
dewasa. Dari mulai beternak, jadi kuli bangunan sampai pemanjat pohon
kelapa dia lakukan sejak masih berumur enam tahun.
"Saya sejak SD sudah bekerja. SD ternak
babi dan sapi itu kelas 1-6. SMP ikut pemanjat kelapa, dada saya sampai
lecet-lecet karena manjat pohon kelapa," kisah Kadek sembari mengelus
dadanya.
Tak sampai di situ, berbagai cemooh dan ledekan karena terlahir sangat miskin sudah saban hari terdengar di kuping Kadek. Namun, hal itu semua tak digubrisnya. Walaupun merasa sakit diledek oleh teman-temanya, Kadek justru menjadikannya sebagai motivasi hidup.
Tak sampai di situ, berbagai cemooh dan ledekan karena terlahir sangat miskin sudah saban hari terdengar di kuping Kadek. Namun, hal itu semua tak digubrisnya. Walaupun merasa sakit diledek oleh teman-temanya, Kadek justru menjadikannya sebagai motivasi hidup.
"Banyak, nggak tua nggak muda. Ya saya
diledek dan dilecehkan karena kondisi saya yang sangat miskin, tapi itu
yang saya jadikan motivasi. Saya mau nunjukin ke mereka semua bahwa saya
bisa lebih baik," tutur pria penyuka daging babi ini.
Beruntung, pria cerdas yang sejak SD
mendapatkan beasiswa ini bisa menamatkan SMA hingga tuntas. Baru setelah
masuk SMA, ia berani tinggalkan semua pekerjaan itu karena mendapat
beasiswa secara penuh dari Pemkot Bali dan difasilitasi tinggal di
sebuah asrama.
Keinginannya sejak dulu sangat
sederhana, dia ingin mengangkat derajat keluarganya agar lebih layak
lagi. Dengan begitu tidak ada lagi yang meremehkan kondisi keluarganya.
"Moto hidup, saya dari keluarga nggak
mampu dan tidak berpendidikan semua. Saya pengin tunjukkan ke
mereka-mereka itu dengan mengangkat derajat keluarga saya dengan
prestasi," ujar pria yang bercita-cita pengin jadi Gubernur Bali ini
dengan semangat mengebu. (chi/jpnn)
Suku Kerinci Suku Tertua
Suku Kerinci adalah sebauh suku yang mendiami wilayah Kabupaten Kerinci, Jambi. Nama Kerinci berasal dar bahasa Tamil yaitu nama bunga Kurinji (Strobilanthes Kunthiana) yang tumbuh di India Selatan pada ketinggian diatas 1800 yang mekarnya sekali selama dua belas tahun. Karena itu Kurinji juga merujuk pada kawasan pegunungan dapat dipastikan bahwa hubungan Kerinci dengan India telah terjalin sejak lama dan nama Kerinci sendiri diberikan pedagan India Tamil.
Peneliti dari Amerika Serikat Dr Bennet Bronson bersama dengan Tim Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Jakarta pada tahun 1973 mengatakan,"Suku Kerinci yang mendiami dataran tinggi bukit barisan di sekitar Gunung Kerinci lebih tua dari suku Inka, Indian di Amerika bahkan jauh lebih tua dari Proto-Melayu."
Salah satu pembuktian yang dikemukakan Tim Bennet Bronson adalah tentang manusia "Kecik Wok Gedang Wok". Ia merupakan suku pertama yang telah mendiami dataran tinggi kerinci lebih dari 10.000 tahun yang lalu. Belum mempunyai nama secara imdividu sampai masuknya suku Proto-Melayu.
Sedangkan suku Indian Inka di Amerika yang sebelumnya dianggap sebagai salah satu suku dan ras tertua di dunia diketahui pada zaman yang sama sudah memiliki nama seperti, Big Buffalo (Kerbau Besar). Little Fire (Api Kecil) dan yang lainya.
Mengutip hasil penelitian Kern (1889) dan Sarasin (1982) yang menyatakan pada tahun 4.000 SM terjadi pemindahan Proto-Melayu (Rumpun Polinesia) dari Alam Melayu ke pulau-pulau di Lautan Teduh sebelah timur dan pulau-pulau di Lautan Hindia sebelah barat.
Maka saat itulah terjadi perpindahan etnis ini dari satu tempat ke tempat lain pada Alam Melayu seperti perpindahan Proto Malaiers (Melayu Tua) ke Alam Kerinci.
Menurut Kern, Alam Kerinci pada saat itu telah didiami oleh manusia dan penduduk pribumi kerinci inilah yang disebut sebagai "Kecik Wok Gedang Wok".
Kelompok Proto-Melayu yang lebih dominan dari suku "Kecik Wok Gedang Wok" menyebabkan suku asli tersebut secara perlahan-lahan lenyap dengan adanya pencampuran darah antara suku pribumi dengan suku pendatang. Kelompok inilah yang selanjutnya berkembang dan menajdi nenek moyang orang kerinci modern huingga ke generasi sekarang.
Hal lain yang seing dijadikan sampel penelitian oleh para peneliti adalah keragaman bahasa dan dialek di Kerinci. Dengan bahasa yang sangat beragam, sekitar 135 buah dialek yang dipakai hanya disepanjang lembah memperumit peneltian etnografi.
Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa Orang Kerinci termasuk kelompok suku bangsa asli yang pertama di Sumatera. Kelompok suku asli yang kemudian dikenal dengan nama "Kecik Wok Gedang Wok" yang diduga telah berada di Alam Kerinci sejak 10.000 tahun yang lalu.
Para ahli peneliti belum bisa memastikan termasuk kedalam kelompok ras mana sebenarnya "Kecik Wok Gedang Wok" karena mereka telah menayatu dalam percampuran darah dengan penduduk pendatang yaitu Proto-Melayu. Sehingga sisa dari kelompok suku "Kecik Wok Gedang Wok" ini sulit untuk ditemukan lagi.
Sumber: Antara
Peneliti dari Amerika Serikat Dr Bennet Bronson bersama dengan Tim Lembaga Purbakala dan Peninggalan Nasional Jakarta pada tahun 1973 mengatakan,"Suku Kerinci yang mendiami dataran tinggi bukit barisan di sekitar Gunung Kerinci lebih tua dari suku Inka, Indian di Amerika bahkan jauh lebih tua dari Proto-Melayu."
Salah satu pembuktian yang dikemukakan Tim Bennet Bronson adalah tentang manusia "Kecik Wok Gedang Wok". Ia merupakan suku pertama yang telah mendiami dataran tinggi kerinci lebih dari 10.000 tahun yang lalu. Belum mempunyai nama secara imdividu sampai masuknya suku Proto-Melayu.
Sedangkan suku Indian Inka di Amerika yang sebelumnya dianggap sebagai salah satu suku dan ras tertua di dunia diketahui pada zaman yang sama sudah memiliki nama seperti, Big Buffalo (Kerbau Besar). Little Fire (Api Kecil) dan yang lainya.
Mengutip hasil penelitian Kern (1889) dan Sarasin (1982) yang menyatakan pada tahun 4.000 SM terjadi pemindahan Proto-Melayu (Rumpun Polinesia) dari Alam Melayu ke pulau-pulau di Lautan Teduh sebelah timur dan pulau-pulau di Lautan Hindia sebelah barat.
Maka saat itulah terjadi perpindahan etnis ini dari satu tempat ke tempat lain pada Alam Melayu seperti perpindahan Proto Malaiers (Melayu Tua) ke Alam Kerinci.
Menurut Kern, Alam Kerinci pada saat itu telah didiami oleh manusia dan penduduk pribumi kerinci inilah yang disebut sebagai "Kecik Wok Gedang Wok".
Kelompok Proto-Melayu yang lebih dominan dari suku "Kecik Wok Gedang Wok" menyebabkan suku asli tersebut secara perlahan-lahan lenyap dengan adanya pencampuran darah antara suku pribumi dengan suku pendatang. Kelompok inilah yang selanjutnya berkembang dan menajdi nenek moyang orang kerinci modern huingga ke generasi sekarang.
Hal lain yang seing dijadikan sampel penelitian oleh para peneliti adalah keragaman bahasa dan dialek di Kerinci. Dengan bahasa yang sangat beragam, sekitar 135 buah dialek yang dipakai hanya disepanjang lembah memperumit peneltian etnografi.
Menurut beberapa penelitian yang telah dilakukan menyebutkan bahwa Orang Kerinci termasuk kelompok suku bangsa asli yang pertama di Sumatera. Kelompok suku asli yang kemudian dikenal dengan nama "Kecik Wok Gedang Wok" yang diduga telah berada di Alam Kerinci sejak 10.000 tahun yang lalu.
Para ahli peneliti belum bisa memastikan termasuk kedalam kelompok ras mana sebenarnya "Kecik Wok Gedang Wok" karena mereka telah menayatu dalam percampuran darah dengan penduduk pendatang yaitu Proto-Melayu. Sehingga sisa dari kelompok suku "Kecik Wok Gedang Wok" ini sulit untuk ditemukan lagi.
Sumber: Antara
Peringatan Hardiknas 2015 Di Lapangan Ngunut, Jumantono
Upacara Hardiknas 2015 |
Drumband PAUD |
Drumband SD |
Drumband SMP |
Peserta upacara Hardiknas |
Sebagai pembina upacara adalah camat Jumantono yang membacakan sambutan Menteri Pendidikan Bapak Anis Baswedan.
Berikut beberapa penggalan kata dari sambutan tersebut,
"... aset terbesar bangsa ini adalah manusia Indonesia. Tanggung jawab kita sekarang adalah mengembangkan kualitas manusianya."
"Kita tidak boleh mengikuti jalan berpikir kaum kolonial yang terfokus hanya pada kekayaan alam tetapi melupakan soal kualitas manusia."
"Mari ikut terlibat memajukan pendidikan. Mari kita ikut iuran untuk membuat generasi anak-anak kita bisa meraih yang jauh lebih baik dari yang berhasil diraih generasi ini. Dan, iuran paling mudah adalah kehadiran. Datangi sekolah, datangi guru, datangi anak-anak pelajar lalu terlibat untuk berbagi, untuk menginspirasi dan terlibat untuk ikut memajukan dunia pendidikan kita. Secara konstitusional, mendidik adalah tanggung jawab negara namun secara moral mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik."
"Mari ikut terlibat memajukan pendidikan. Mari kita ikut iuran untuk membuat generasi anak-anak kita bisa meraih yang jauh lebih baik dari yang berhasil diraih generasi ini. Dan, iuran paling mudah adalah kehadiran. Datangi sekolah, datangi guru, datangi anak-anak pelajar lalu terlibat untuk berbagi, untuk menginspirasi dan terlibat untuk ikut memajukan dunia pendidikan kita. Secara konstitusional, mendidik adalah tanggung jawab negara namun secara moral mendidik adalah tanggung jawab setiap orang terdidik."