Alhamdulillah, kita memasuki bulan Muharram 1435 H, yang berarti
mengawali tahun baru 1435 H dan meninggalkan tahun 1434 H. Kita
bersyukur kepada Allah Ta’ala atas kesempatan hidup yang masih diberikan
kepada kita. Semoga kita dapat melaksanakan risalah ibadah secara
ikhlas dan benar. Dan semoga kita serta seluruh umat Islam di tahun ini
lebih baik dari tahun yang lalu dan tahun yang akan datang akan lebih
baik lagi dari tahun ini.
Keutamaan Bulan Muharram
Bulan Muharram adalah salah satu dari empat bulan haram atau bulan
yang dimuliakan Allah. Empat bulan
tersebut adalah, Dzulqa’dah,
Dzulhijjah, Muharram dan Rajab. Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ عِدَّةَ الشُّهُورِ عِنْدَ اللَّهِ اثْنَا عَشَرَ شَهْرًا فِي
كِتَابِ اللَّهِ يَوْمَ خَلَقَ السَّمَوَاتِ وَالْأَرْضَ مِنْهَا
أَرْبَعَةٌ حُرُمٌ
“Sesungguhnya jumlah bulan di Kitabullah (Al Quran) itu ada dua
belas bulan sejak Allah menciptakan langit dan bumi, empat di antaranya
adalah bulan-bulan haram” (QS. At Taubah: 36)
Kata Muharram artinya ‘dilarang’. Sebelum datangnya ajaran Islam,
bulan Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh
masyarakat Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal
seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika
Islam datang kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan
sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan termasuk kesepakatan
tidak berperang.
Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut
bulan Allah (syahrullah). Beribadah pada bulan haram pahalanya
dilipatgandakan dan bermaksiat di bulan ini dosanya dilipatgandakan
pula. Pada bulan ini tepatnya pada tanggal 10 Muharram Allah
menyelamatkan nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka
memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah saw. menetapkan puasa
pada tanggal 10 Muharram sebagai kesyukuran atas pertolongan Allah.
Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa 10 Muharram tadinya
hukumnya wajib, kemudian berubah menjadi sunnah setelah turun kewajiban
puasa Ramadhan. Rasulullah saw. bersabda:
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ لَمَّا قَدِمَ الْمَدِينَةَ وَجَدَهُمْ
يَصُومُونَ يَوْمًا يَعْنِي عَاشُورَاءَ فَقَالُوا هَذَا يَوْمٌ عَظِيمٌ
وَهُوَ يَوْمٌ نَجَّى اللَّهُ فِيهِ مُوسَى وَأَغْرَقَ آلَ فِرْعَوْنَ
فَصَامَ مُوسَى شُكْرًا لِلَّهِ فَقَالَ أَنَا أَوْلَى بِمُوسَى مِنْهُمْ
فَصَامَهُ وَأَمَرَ بِصِيَامِهِ
Dari Ibnu Abbas RA, bahwa nabi saw. ketika
datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu
‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “ Ini adalah hari yang agung
yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun.
Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah. Rasul saw.
berkata, “Saya lebih berhak mengikuti Musa as. dari mereka.” Maka
beliau berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa” (HR
Bukhari).
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ قَالَ رَسُولُ
اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ
رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ
الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ
Dari Abu Hurairah RA. berkata, Rasulullah saw. bersabda,
“Sebaik-baiknya puasa setelah Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah
Muharram. Dan sebaik-baiknya ibadah setelah ibadah wajib adalah shalat
malam.” (HR Muslim)
Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi
Rasulullah saw. memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang
dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh karena itu
beberapa hadits menyarankan agar puasa hari ‘Asyura diikuti oleh puasa
satu hari sebelum atau sesudah puasa hari ‘Asyura.
Secara umum, puasa Muharram dapat dilakukan dengan beberapa pilihan.
Pertama, berpuasa tiga hari, sehari sebelumnya dan sehari sesudahnya,
yaitu puasa tanggal 9, 10 dan 11 Muharram. Kedua, berpuasa pada hari itu
dan satu hari sesudah atau sebelumnya, yaitu puasa tanggal: 9 dan 10,
atau 10 dan 11. Ketiga, puasa pada tanggal 10 saja, hal ini karena
ketika Rasulullah memerintahkan untuk puasa pada hari ‘Asyura para
sahabat berkata: “Itu adalah hari yang diagungkan oleh orang-orang
Yahudi dan Nasrani, beliau bersabda: “Jika datang tahun depan insya
Allah kita akan berpuasa hari kesembilan, akan tetapi beliau meninggal
pada tahun tersebut.” (HR. Muslim).
Landasan puasa tanggal 11 Muharram didasarkan pada keumuman dalil
keutamaan berpuasa pada bulan Muharram. Di samping itu sebagai bentuk
kehati-hatian jika terjadi kesalahan dalam penghitungan awal Muharram.
Selain berpuasa, umat Islam disarankan untuk banyak bersedekah dan
menyediakan lebih banyak makanan untuk keluarganya pada 10 Muharram.
Tradisi ini memang tidak disebutkan dalam hadits, namun ulama seperti
Baihaqi dan Ibnu Hibban menyatakan bahwa hal itu baik untuk dilakukan.
Demikian juga sebagian umat Islam menjadikan bulan Muharram sebagai
bulan anak yatim. Menyantuni dan memelihara anak yatim adalah sesuatu
yang sangat mulia dan dapat dilakukan kapan saja. Dan tidak ada landasan
yang kuat mengaitkan menyayangi dan menyantuni anak yatim hanya pada
bulan Muharram.
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Oleh
karena itu salah satu momentum yang sangat penting bagi umat Islam
yaitu menjadikan pergantian tahun baru Islam sebagai sarana umat Islam
untuk muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan dan
rencana ke depan yang lebih baik lagi. Momentum perubahan dan perbaikan
menuju kebangkitan Islam sesuai dengan jiwa hijrah Rasulullah saw. dan
sahabatnya dari Mekah dan Madinah.
Legenda Dan Mitos Muharram
Di samping keutamaan bulan Muharram yang sumbernya sangat jelas, baik
disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi banyak juga legenda dan
mitos yang terjadi di kalangan umat Islam menyangkut hari ‘Asyura.
Beberapa hal yang masih menjadi keyakinan di kalangan umat Islam
adalah legenda bahwa pada hari ‘Asyura Nabi Adam diciptakan, Nabi Nuh as
di selamatkan dari banjir besar, Nabi Ibrahim dilahirkan dan Allah Swt
menerima taubatnya. Pada hari ‘Asyura Kiamat akan terjadi dan siapa
yang mandi pada hari ‘Asyura diyakini tidak akan mudah terkena penyakit.
Semua legenda itu sama sekali tidak ada dasarnya dalam Islam. Begitu
juga dengan keyakinan bahwa disunnahkan bagi mereka untuk menyiapkan
makanan khusus untuk hari ‘Asyura.
Sejumlah umat Islam mengaitkan kesucian hari ‘Asyura dengan kematian
cucu Nabi Muhammad Saw, Husain saat berperang melawan tentara Suriah.
Kematian Husain memang salah satu peristiwa tragis dalam sejarah Islam.
Namun kesucian hari ‘Asyura tidak bisa dikaitkan dengan peristiwa ini
dengan alasan yang sederhana bahwa kesucian hari ‘Asyura sudah
ditegakkan sejak zaman Nabi Muhammad Saw jauh sebelum kelahiran Sayidina
Husain. Sebaliknya, adalah kemuliaan bagi Husain yang kematiannya dalam
pertempuran itu bersamaan dengan hari ‘Asyura.
Bid’ah Di Bulan Muharram
Selain legenda dan mitos yang dikait-kaitkan dengan Muharram, masih
sangat banyak bid’ah yang jauh dari ajaran Islam. Lebih tepat lagi bahwa
bid’ah tersebut merupakan warisan ajaran Hindu dan Budha yang sudah
menjadi tradisi masyarakat Jawa yang mengaku dirinya sebagai penganut
aliran kepercayaan. Mereka lebih dikenal dengan sebutan Kejawen.
Dari segi sistem penanggalan, memang penanggalan dengan sistem
peredaran bulan bukan hanya dipakai oleh umat Islam, tetapi masyarakat
Jawa juga menggunakan penanggalan dengan sistem itu. Dan awal bulannya
dinamakan Suro. Pada hari Jum’at malam Sabtu, 1 Muharram 1428 H
bertepatan dengan 1 Suro 1940. Sebenarnya penamaan bulan Suro, diambil
dari ’Asyura yang berarti 10 Muharram. Kemudian sebutan ini menjadi nama
bulan pertama bagi penanggalan Jawa.
Beberapa tradisi dan keyakinan yang dilakukan sebagian masyarakat
Jawa sudah sangat jelas bid’ah dan syiriknya, seperti Suro diyakini
sebagai bulan yang keramat, gawat dan penuh bala. Maka diadakanlah
upacara ruwatan dengan mengirim sesajen atau tumbal ke laut. Sebagian
yang lain dengan cara bersemedi mensucikan diri bertapa di tempat-tempat
sakral (di puncak gunung, tepi laut, makam, gua, pohon tua, dan
sebagainya) dan ada juga yang melakukan dengan cara lek-lekan ‘berjaga
hingga pagi hari’ di tempat-tempat umum (tugu Yogya, Pantai
Parangkusumo, dan sebagainya). Sebagian masyarakat Jawa lainnya juga
melakukan cara sendiri yaitu mengelilingi benteng keraton sambil
membisu.
Tradisi tidak mengadakan pernikahan, khitanan dan membangun rumah.
Masyarakat berkeyakinan apabila melangsungkan acara itu maka akan
membawa sial dan malapetaka bagi diri mereka.
Melakukan ritual ibadah tertentu di malam Suro, seperti selamatan
atau syukuran, Shalat Asyuro, membaca Doa Asyuro (dengan keyakinan tidak
akan mati pada tahun tersebut) dan ibadah-ibadah lainnya. Semua ibadah
tersebut merupakan bid’ah (hal baru dalam agama) dan tidak pernah ada
contohnya dari Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam maupun para
sahabatnya. Hadist-hadits yang menerangkan tentang Shalat Asyuro adalah
palsu sebagaimana disebutkan oleh imam Suyuthi dalam kitab al-La’ali
al-Masnu’ah.
Tradisi Ngalap Berkah dilakukan dengan mengunjungi daerah keramat
atau melakukan ritual-ritual, seperti mandi di grojogan (dengan harapan
dapat membuat awet muda), melakukan kirab kerbau bule (kiyai slamet) di
keraton Kasunan Solo, thowaf di tempat-tempat keramat, memandikan
benda-benda pusaka, begadang semalam suntuk dan lain-lainnya. Ini
semuanya merupakan kesalahan, sebab suatu hal boleh dipercaya mempunyai
berkah dan manfaat jika dilandasi oleh dalil syar’i (Al Qur’an dan
hadits) atau ada bukti bukti ilmiah yang menunjukkannya. Semoga Allah
Ta’ala menghindarkan kita dari kesyirikan dan kebid’ahan yang
membinasakan.
Menyikapi berbagai macam tradisi, ritual, dan amalan yang jauh dari
ajaran Islam, bahkan cenderung mengarah pada bid’ah, takhayul dan
syirik, maka marilah kita bertobat kepada Allah dan melaksanakan
amalan-amalan sunnah di bulan Muharram seperti puasa. Rasulullah saw.
menjelaskan bahwa puasa pada hari ‘Asyura menghapuskan dosa-dosa
setahun yang telah berlalu.
عَنْ أَبِي قَتَادَةَ الْأَنْصَارِيِّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ
رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ سُئِلَ عَن صَوْمِ
يَوْمِ عَاشُورَاءَ فَقَالَ يُكَفِّرُ السَّنَةَ الْمَاضِيَةَ
Dari Abu Qatadah RA. Rasulullah ditanya tentang puasa hari
‘asyura, beliau bersabda: “Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa
satu tahun yang telah lewat.” (HR. Muslim).
Demikian bayan dari Pusat Konsultasi Syariah Indonesia tentang
keutamaan bulan Muharram, sebagai panduan umat Islam untuk mengisi bulan
Muharram. Wallahu ’alam bishawwab.
(SCC/Iman Santoso/hdn)
Sumber dakwatuna.com